Kejadiannya pada akhir tahun 1970 ketika saya ditugaskan di sebuah rumah sakit kecil dengan fasilitas bedah kecil saja. Rumah sakit dengan fasilitas yang lebih sempurna, terletak sekitar 15 km dari tempat saya bertugas.
Tapi jangan tertipu oleh jarak. Dengan kondisi jalan yang ada pada waktu itu, terutama pada musim hujan, jarak itu dapat ditempuh dalam waktu lebih dari 24 jam bila ada mobil yang terperosok dalam jalan yang berubah jadi kubangan lumpur.
Pada hari Senin pagi, seperti biasa poliklinik penuh sesak. Pada waktu itu bidan saya melapor bahwa ada pasien dari luar perusahaan tempat saya kerja datang dengan kehamilan pertama yang cukup umur, tapi janinnya letak sungsang.
Bagi yang masih awam dengan istilah ini, letak sungsang adalah letak janin dengan kepala di atas. Untuk jelasnya, lihat gambar berikut.
Dalam keadaan normal, posisi kepala janin berada di sebelah bawah.
Setelah saya periksa, ternyata pembukaannya baru 3 jari. Semula saya ingin mengirim pasien itu ke rumah sakit yang jaraknya hanya 15 km itu, tapi saya batalkan, karena menurut bagian transportasi jalannya sedang tidak dapat dilampaui.
Jadi saya pesan pada bidan, untuk memonitornya dengan seksama menyiapkan alat-alat bantu seperti tang dan sebagainya dan segera melapor bila pembukaan hampir lengkap.
Dengan penanganan yang tepat, janin yang letak sungsang biasanya dapat dilahirkan dengan aman dan selamat. Tapi kalo salah-salah sedikit bisa fatal. Salah satu komplikasinya adalah bahwa persalinan macet, sedang tali pusat terjepit hingga janin kehabisan pasokan oksigen dan meninggal.
Sekitar pukul 11, sang bidan datang tergopoh-gopoh, mengatakan bahwa pasien lagi bersalin. Segera aku menuju ruang bersalin. Tampak bahwa badan janin sudah keluar dengan kedua tungkainya tergapai keluar. Dari warna kulitnya yang sudah kebiru-biruan dapat disimpulkan bahwa janin sudah kekurangan oksigen karena tali pusat terjepit. Karena denyut jantungnya masih teraba, saya optimis untuk dapat menyelamatkannya. Tapi harus bekerja cepat dan tepat, karena setiap detik yang terlewat dapat menyebabkan nyawa bayi melayang.
Karena punggung bayi terdapat di bagian depan sang ibu, saya coba menekukkannya ke belakang dengan harapan bisa keluar dengan mudah sesuai dengan prosedur yang dianjurkan oleh Bracht.
Namun ternyata posisi janin sudah betul-betul macet karena kepala dan kedua lengan atas memenuhi jalan lahir. Satu-satunya upaya untuk menyelamatkan sang bayi adalah mengeluarkan salah satu lengan, dengan risiko tulangnya patah tapi bayi dapat keluar dengan aman.
Betul saja, begitu aku congkel lengan kiri atas dengan jari telunjuk saya, aku rasa ada yang patah. Akibatnya lengan kiri dapat keluar dengan mudah dan karena tidak ada ganjalan lagi maka kepala dan lengan kanan dapat segera dikeluarkan.
Begitu saya lakukan resusitasi, sang bayi menangis dengan keras, pertanda bahwa semua usaha saya berhasil. Segera aku balut lengan kiri atas yang tulang nya patah dengan gips. Setelah plasenta keluar dengan lengkap, aku tanya pada ibunya milih yang mana. “Bayinya lahir utuh tapi mati, atau lahir hidup dengan tulang lengan yang patah, tapi segera bisa nyambung.” Tentu saja dia pilih yang nomor dua.
Dua minggu kemudian dia kembali kontrol. Pada foto X-ray tampak bahwa tulang yang patah sudah nyambung dengan baik. Yang tampak adalah rambut halus di bagian yang tadinya tertutup gips. Dengan senyum saya katakan bahwa rambut ini merupakan saksi bahwa nyawa sang bayi dapat diselamatkan.
Sebetulnya bila semua orang dapat bertindak dengan cepat dan tepat, maka banyak masalah yang dapat dihindari.
Ijin share lagi ya Dok. InsyaAllah memberi.manfaat pada banyak orang dan teman sejawat. Terima kasih Dok
Silahkan, semoga bermanfaat buat para rekan sejawat yang baru lulus.
wooowww ini cerita mematahkan tangan bayi… menegangkan banget ya Opa, dibutuhkan inisiatif kalau uda ada masalah seperti ini, secara rumah sakit besar jauh, jadi nga bisa gitu aja ambil keputusan untuk SC *seperti yang dokter2 sekarang seneng lakukan, SC aja bilang kelilit tali pusat*
Harus ambil keputusan yang cepat dan tepat.
Iya kan? Jangan kayak pemerentah sekarang. BBM naek, eh, tidak naek, eh, entar pikir2 dulu naek atawa kagak. Duduk dulu sembari bengong karena bingung.
Sementara rakyat panik, demand melonjak, hingga BBM langka di banyak tempat.
bener tuh Opa….plin plan banget bikin gemeesss
Itu yang bikin harga bahan-bahan pokok melonjak.
Duuh.. ini ternyata cerita matahin tangan itu.. ngebayanginnya mringis saya. Untung tulang bayi masih bisa cepet nyambung ya Om Dokter..
Btw rambut halus di bagian yang tadinya tertutup gips itu rambut siapa ?
Karena selama dua minggu kulitnya tertutup bungkusan gips, maka rambutnya tumbuh lebih lebat.
HUAAAA aku bacanya sambil nangis.. bukan nangis karena nyeri tapi duuuuuuh.. “menyelamatkan” bayi itu loooooh.. dan berapa banyak dokter bisa melakukan itu.. HEBAT.. huhuhuhuhu.. aku seneng bisa kenal sama eyang amir…
Mustinya sih semua dokter harus bisa.
Kecuali yang bisa lulus dokter entah kenapa.
Dan dalam observasi saya lumayan juga banyaknya.
Alhamdulillah bayinya masih bisa terselamatkan…..
Memang, tergantung pertolongan yang cepat dan tepat.
oohh ini toh ceritanya pakdokter patahin tangan bayi.. serem aja bacanya.. beruntung bertindak cepat dan selamat.. bayi emang cepat kalu memulihkan dirinya ya pak.. makasih udah berbagi cerita..
kalu jadi ibu itu pasti juga pilih tindakan kedua..
Memang. Buat apa punya bayi utuh tapi mati.
Patah tulang pada bayi, dalam 2 minggu udah pulih.
Ngebayangin bayi ditarik kakinya untuk lahir, sudah serem duluan.
Ditarik sih engga. Cuman diarahkan saja.
Kalo ditarik justru berbahaya..
Kalau diarahkan, badannya meluncur sendiri pak Amir?
Karena ibunya ngeden.
Jadi dari tenaga dalam!
dan dokter/tenaga medis dituntut untuk berpikir cepat dengan perhitungan tepat ya Eyang ? salut deh dengan usahanya menolong bayi sungsang, jangan2 itu bayi seumuran dengan saya, yg lahir akhir 70-an …hihihi
Mungkin juga. Aku lupa itu bayi laki-laki atawa perempuan.
Rasanya sih laki-laki.